kemiskinan



Latar belakang
Kabupaten kudus adalah kabupaten paling kecil dijawa tengah namun kudus adalah kota yang paling kaya akan pendapatan daerahnya, karena di kudus adalah kota industri. Di kudus banyak sekali perusahan-perusahan besar yang terdapat disana yang menjadi momok bagi kota lain untuk dapat bekerja di kota kudus ini. Tetapi dikudus juga tidak bisa terlepas akan masalah sosial yaitu kemiskinan, salah satu hasil dari observasi dan wawancara yang sudah saya lakukan untuk 3 hari di kota kudus tepatnya di daerah  Jati Wetan gg sombo RT/RW 03/01 kec. Jati, kab. Kudus. Warga jati ini selalu mengandalkan perusahan-perusahaan yang ada di wilayahnya karena warga sekitar diprioritaskan dapat bekerja di perusahaan sekitar wilayah desa tersebut (ketergantungan).
Terdapat salah satu warga berinisial N ia bekerja sebagai penjual baju kredit. N ini memiliki 3 anak anak pertama bernama T, kedua Y, ketiga H. Anak pertama sudah bekrja, Anak kedua masih menduduki jenjang pendidikan SMK, dan yang ketiga menduduki di jenajng pendidikan SMP. Hasil dari wawancara yang saya lakukan kepada ibu N bahwasannya N terkadang merasa kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya dari biaya hidup, biaya sandang, dan pendidikan. Walaupun N sudah di bantu oleh desa sebagai warga kurang mampuutnuk biaya pendidikan dan dibantu oleh RW dengan program FPS (forum peduli sosial) untuk tunjanagan anak, dan dibantu oleh anaknya namun ia masih merasa kurang. Karena biaya bantuan dari desa dan RW yang masih minim jumlahnya, biaya hidup yang mahal, begitu juga dengan gaji anaknya yang kurang menentu.
Hasil dari wawancara saya kepada anaknya yan berinisial T terdapat hasil, Jadi T ini sudah pernah merantau di kalimantan sebagai buruh proyek, namun dari pengakuanya ia mengatakan bahwa kerja disana tidak mendapatkan hasil, karena kerja disana benar gajinya besar tapi tidak sinkron dengan tenaga dan biaya hidup. Setelah kerja di proyek ia memutuskan untuk kerja di PT. PURA yang dimana hampir semua masyarakat di desa Jati ini bekerja pada perusahaan tersebut. Dari hasil wawancara mengenai kerja di PT. PURA  “dia menjawab enak”, akan tetapi di PT.PURA menggunakan sistem outsourcing jadi ketika PT ini baru banyak orderan kita akan kerja terus, tapi jika orderan belom ada terpaksa karyawan diberhentikan kerja. Jadi menurut dia di PT. PURA itu sistemnya kurang jelas. “baru kerja 1 bulan, terus nganggur 3 bulan, nanti kalo butuh karyawan dipanggil lagi buat kerja”
Kemudian subjek ini memilih keluar kerja dan bekerja sebagai driver grab di kabupaten kudus, karena kurang jelasnya sistem perusahaan dan mentalnya yang tidak mau ditekan atau keterikatan ia memilih menjadi driver grab. Namun saat aku tanya berapa penghasilan dari grab ia menjawab “ tidak menentu juga sih mas kadang banyak kadang nggak tergantung orderan, tapi kan enaknya ini kita bisa duduk tiduran dirumah kerja kalo ada orderan jadi banyak sedikitnya hasil yang penting cukup buat ngopi dan makan aja)
Dari hasil wawancara dan observasi tersebut  dapat saya asumsikan bahwa keluarga N masuk dalam kategori gabungan dari kemiskinan struktural dan kultural. Karena dari hasil tersebut dapat saya simpulkan ada faktor-faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah :

1.      ketidakmampuan si miskin untuk bekerja (malas), melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.
2.      diakibatkan oleh bobroknya kinerja Pemerintah, banyaknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sehingga distribusi kekayaan negara yang berlimpah tidak pernah sampai dan adil kepada masyarakat kelas bawah.
3.      sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja, atau mungkin adanya budaya hedonisme, dan sebagainya.

Lampiran




Komentar

Postingan Populer